FORKOWAS.COM, SUMEDANG - Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, mewanti-wanti kepada para ibu hamil agar betul-betul memperhatikan kondisi kehamilannya sejak dini.
Data terbaru Dinas Kesehatan, hingga bulan Juni 2019 ini tercatat 9 ibu dinyatakan meninggal saat melahirkan.
Bahkan, pada tahun 2018 saja, angka kematian ibu hamil berada di angka 18 orang.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan, dr. Anna Sabana mengatakan angka batas toleransi bagi ibu hamil, maksimal 14, mengingat saat ini Dinas Kesehatan tengah berupaya meningkatkan indeks kesehatan dan mampu menopang indeks pembangunan manusia yang tinggi.
"Faktor kematian itu banyak sebabnya, rata-rata karena berhubungan langsung dengan kehamilannya, keracunan atau pendarahan, dan sakit jantung. Kalau dari anaknya pas lahir dia berat badannya kurang, kemudian masalah pernafasan. Sebetulnya kalau melihat penyebab kematian itu bisa kita antisipasi di hulu, karena kalau di hilir itu susah," ujarnya saat rakor di IPP Setda, Selasa (25/6/2019).
Sementara, kata dia, sedikitnya ada tiga faktor utama penyebab angka kematian ibu hamil yang biasa disebut 3T, pertama terlambat transportasi, kedua terlambat pelayanan, dan ketiga terlambat mengambil keputusan.
Ada pun dominannya justru terletak pada terlambat pelayanan dan terlambat mengambil keputusan.
"Contoh kasus, ketika bidan menyarankan harus dirujuk ke puskesmas, biasanya ada sesi runding dulu keluarga. Sementara proses persalinan cuman beberapa detik, ketika waktunya udah telat, baru ke puskesmas. Masih untung kalau di puskesmas bisa ditangani dengan cepat, kalau di puskesmas enggak bisa ditangani harus ke RSUD, dan itu memakan waktu persalinan," ujarnya.
Disebutkan Anna, hingga bulan Juni ini tercatat sudah ada 60 orang bayi yang meninggal saat dilahirkan. Asupan gizi ibu pada waktu masa hamil kurang baik menjadi faktor utama kematian bayi, sehingga peran suami sangat diperlukan baik saat mengetahui kehamilan maupun menjelang kelahiran.
"Idealnya sejak wanita dinyatakan hamil, harus diberi asupan gizi, sehingga secara psikis, saat kehamilan dan proses persalinan itu si ibu betul-betul nyaman dan enjoy. Makannya kita pasang angka toleransi tahun ini 14, karena tahun kemarin 18 ribu angka kehamilan," katanya.
Lebih lanjut, sambung Anna, dengan target angka ini, diharapkan bisa menopang indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Sumedang.
Oleh sebab itu dirinya bersama para aktivis kesehatan menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama unsur Setda Kabupaten Sumedang dalam rangka menekan angka kematian ibu dan anak.
"Kematian ibu dan bayi akan menentukan derajat kesehatan masyarakat, derajat kesehatan masyarakat akan berpengaruh pada indeks kesehatan. Sedangkan indeks kesehatan salah satunya untuk IPM, karena kalau kematian ibu masih besar, indeks kesehatan kurang, maka bakalan kurang IPM kita," ujarnya. ***
Data terbaru Dinas Kesehatan, hingga bulan Juni 2019 ini tercatat 9 ibu dinyatakan meninggal saat melahirkan.
Bahkan, pada tahun 2018 saja, angka kematian ibu hamil berada di angka 18 orang.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan, dr. Anna Sabana mengatakan angka batas toleransi bagi ibu hamil, maksimal 14, mengingat saat ini Dinas Kesehatan tengah berupaya meningkatkan indeks kesehatan dan mampu menopang indeks pembangunan manusia yang tinggi.
"Faktor kematian itu banyak sebabnya, rata-rata karena berhubungan langsung dengan kehamilannya, keracunan atau pendarahan, dan sakit jantung. Kalau dari anaknya pas lahir dia berat badannya kurang, kemudian masalah pernafasan. Sebetulnya kalau melihat penyebab kematian itu bisa kita antisipasi di hulu, karena kalau di hilir itu susah," ujarnya saat rakor di IPP Setda, Selasa (25/6/2019).
Sementara, kata dia, sedikitnya ada tiga faktor utama penyebab angka kematian ibu hamil yang biasa disebut 3T, pertama terlambat transportasi, kedua terlambat pelayanan, dan ketiga terlambat mengambil keputusan.
Ada pun dominannya justru terletak pada terlambat pelayanan dan terlambat mengambil keputusan.
"Contoh kasus, ketika bidan menyarankan harus dirujuk ke puskesmas, biasanya ada sesi runding dulu keluarga. Sementara proses persalinan cuman beberapa detik, ketika waktunya udah telat, baru ke puskesmas. Masih untung kalau di puskesmas bisa ditangani dengan cepat, kalau di puskesmas enggak bisa ditangani harus ke RSUD, dan itu memakan waktu persalinan," ujarnya.
Disebutkan Anna, hingga bulan Juni ini tercatat sudah ada 60 orang bayi yang meninggal saat dilahirkan. Asupan gizi ibu pada waktu masa hamil kurang baik menjadi faktor utama kematian bayi, sehingga peran suami sangat diperlukan baik saat mengetahui kehamilan maupun menjelang kelahiran.
"Idealnya sejak wanita dinyatakan hamil, harus diberi asupan gizi, sehingga secara psikis, saat kehamilan dan proses persalinan itu si ibu betul-betul nyaman dan enjoy. Makannya kita pasang angka toleransi tahun ini 14, karena tahun kemarin 18 ribu angka kehamilan," katanya.
Lebih lanjut, sambung Anna, dengan target angka ini, diharapkan bisa menopang indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Sumedang.
Oleh sebab itu dirinya bersama para aktivis kesehatan menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama unsur Setda Kabupaten Sumedang dalam rangka menekan angka kematian ibu dan anak.
"Kematian ibu dan bayi akan menentukan derajat kesehatan masyarakat, derajat kesehatan masyarakat akan berpengaruh pada indeks kesehatan. Sedangkan indeks kesehatan salah satunya untuk IPM, karena kalau kematian ibu masih besar, indeks kesehatan kurang, maka bakalan kurang IPM kita," ujarnya. ***